Senin, 16 Mei 2011

Impian Dinda



Hei kawan!ini cerpen kedua yang aku buat (lagi-lagi) inisiatif dari Bu sri :-> guru plp b.indonesia ehehehe hai ibu(?). Cerpen ini ide awalnya dari ibu sendiri yang ngasih pilihan tema impianku. Cerpen aku selalu random, dan butuh waktu yang aga lama untuk nyari inspirasi karena membutuhkan F sebesar 150 N dan harus berikatan dengan CH3COOH sehingga akan terdapat dua titik yang akan bersinggungan, jika tidak maka synthax eror(?) *random. Selamat membaca :) *mohom maaf lahir batin selamat lebaran ._. maafin feni(?)

Impian Dinda


Panas. Rasanya sudah tak tahan lagi, tapi aku harus bangkit. Aku bisa. Aku kuat. Demi ibu.

"TOLOOOOOOONG! TOLOOONG!" aku berteriak dengan sekuat tenaga berharap ada yg mendengar suaraku ini. Ku lihat ke sekelilingku yang ada hanyalah api, api yang membara. Keadaan sangat suram, padahal beberapa menit sebelumnya aku sedang bermain boneka menemani ibu yang sedang berjaga. Pasien-pasien sedang tenang beristirahat dan keluarganya yang setia menunggu mereka. Tapi sekarang tidak.

Kucoba bernafas. Ku tarik tubuh tak berdaya ibuku melewati api-api itu. Kupaksakan tubuh kecilku ini untuk keluar dari sini. Takut. Ku dengar teriakan minta tolong dari balik pintu kamar pasien. Tapi untuk menolong ibu saja aku hampir tak kuasa. Bahkan kulewati mayat-mayat yang terbakar dilalap si jago merah.

"Nak, tinggalkan saja ibu. Lari, lari secepat mungkin, selamatkan dirimu ibu mohon" "Gak bisa bu, kita pasti bisa keluar. Ibu harus percaya sama aku, aku mohon". Di keadaan genting seperti masih saja ibu bisa berbicara seperti itu. Aku pun melangkah dengan hati-hati sampai ku lihat seberkas cahaya terang sekali. Kugapai cahaya itu dengan tanganku. Dan tiba-tiba semua gelap, hitam. Ku dengar samar-samar suara orang tapi aku tak bisa melihat apapun. "IBU!"

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Memori itu masih terekam jelas di ingatanku, hingga saat ini tepat 5 tahun kematian ibuku dan juga ulang tahunnya.. Ku letakkan bunga mawar ini diatas nisannya. Ku bersihkan makamnya lalu aku duduk di sampingnya. “Bu, selamat ulang tahun! Ini bunga mawar kesukaan ibu yang aku beli di toko bunga langganan kita. Semoga ibu selalu bahagia disana. Doakan aku selalu bu, semoga aku bisa menggapai impainku menjadi dokter! Aku kangen deh sama ibu, aku sayang ibu.” Tak terasa air mata itu mengalir dari mataku.. Ibu, sosok perempuan yang aku rindu. Aku rindu pelukannya, senyumannya, kasih sayangnya. Tapi aku harus kuat menjalani hidup ini. Aku, harus bisa menggapai mimpiku..

“Din! Aduh, ternyata daritadi kamu disini? Aku cape nyariin kamu. Teh Dewi daritadi udah nyariin kita. Sekarang kan udah masuk jam sekolah. Ayo!” , kata Putra.. Dia mengagetkanku saja. Aku pun bergegas merapihkan makam ibuku dan mencium nisannya. “Bu, aku pulang dulu ya. Aku mau sekolah, nanti aku ke sini lagi. Dah ibu!” , ucapku. Lalu aku berlari menyusul Putra yang telah menungguku di pintu keluar. Aku menatapnya dengan penuh senyuman berharap dia tidak marah karena sudah mencariku kemana-mana.

----------------------------------------------------------------------------------------------

Jadi inilah kisah hidupku. Namaku Dinda Putri Sekarningrum. Sebenarnya aku bukan turunan bangsawan atau apa tapi entah darimana orangtuaku memberi nama Sekarningrum kepadaku. Aku lahir dari seorang ibu bernama Mawar Rahmaningsih dan ayahku Budiman Joko Hendaro. Aku anak kedua di keluargaku, kakaku bernama Andi Putra.

Sudah 5 tahun aku ditinggalkan ibuku. Ibu tewas karena kehabisan oksigen saat puskesmas tempat ia bekerja tiba-tiba saja terbakar. Entah apa penyebabnya., sampai sekarang itu masih menjadi misteri. Sekarang aku tinggal di rumah kontrakan yang kecil di gang Cikadut bersama ayah dan kakak. Hidup yang kujalani ini tidak mudah. Ayah, selalu pulang pagi hari dan jarang pulang. Ia sering berjudi dan berapa kali tertangkap polisi dan masuk penjara. Aku sering diejek teman-teman karenanya. Sedangkan kakaku sendiri, ia sudah tidak bersekolah. Ia sama saja dengan ayah. Lingkungan pergaulannya sama sekali tidak baik. Ia juga jarang di rumah dan lebih memilih nongkrong bersama teman-teman geng nya dan entah apa yang dia lakukan selama ini. Setiap hari aku berusaha tegar tanpa ibu. Aku selalu siapkan sarapan untuk ayah dan kakak kalau mereka ada di rumah. Aku memasak, mencuci baju dan piring, membersihkan rumahku sendiri. Aku tak mau membuat ibu resah disana memikirkanku.

Untuk makan sehari-hari dan memenuhi kebutuhanku, aku berusaha mencari uang yang halal. Aku tak bisa menerima uang haram dari ayahku sendiri. Setiap pagi aku mengantarkan koran ke rumah-rumah elit di kompleks Griya Bumi Asri. Upahnya, lumayan. Cukup untuk makan hari itu.. Selesai mengantarkan koran, aku biasanya pergi ke sekolahku. Ya, sekolah yang sangat sederhana tapi sangat berguna dan berarti bagiku Sekolah ini dinamakan sekolah kolong,. Tentu saja dinamakan begitu karena letaknya tepat dibawah kolong jembatan Pasteur. Tapi sekolah kami punya nama., namanya Sekolah Mutiara Bunda.

Disinilah kami, anak-anak jalanan atau anak-anak yang kurang beruntung mencari ilmu. Sekolah ini gratis, tidak dipungut biaya sedikitpun. Seperti sekolah biasa, disini juga ada 3 tingkat SD, SMP, dan SMA.. Hanya saja sekolah kami hanya punya dua kelas SD, satu kelas SMP dan SMA. Guru-guru yang mengajar pun sangat terbatas. Mereka adalah para mahasiswa yang menjadi sukarelawan untuk mengajarkan kami. Saat ini aku duduk di bangku 3 SMP bersama 4 orang temanku., Putra, Tiwi, Lewi dan Putri. Kami diajar dua orang guru yang bergantian setiap harinya, namanya Teh Dewi dan Kang Ikhsan. Hari-hari pun aku jalani dengan penuh senyuman.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi anak-anak” “Pagi teh” “Kita absen dulu ya. Tiwi?” “Saya bu? Hadir bu Alhamdulillah” “Lewi?” “Hadir bu (dengan logat batak)” “Putri?” “ Haidr bu guru (bak putri keraton berbicara dengan lambatnya)” “Putra?” sejenak kelas pun hening. Putra, anak yang diabsen ibu tak kunjung terlihat batang hidungnya. “Dinda?” kelas pun hening lagi. “loh, pada kemana ini? Ada yang tau?” “Gak tau buuuuuuu.”, jawab anak-anak dengan kompak. “Mereka kemana sih? Ini kan udah waktunya belajar”, ucap Teh Dewi yang sedikit kesal karena 2 muridnya yang hilang entah kemana.

Kemanakah Dinda dan Putra?! Bagaimanakah Dinda menjalani kehidupannya yang keras? Apakah ia berhasil menggapai impiannya?


Ya! Tunggu kelanjutannya di feclar.blogspot.com ya! :-> ehe ehe

*mohon maaf lahir batin selamat lebaran ._.*udah paling lebe sih -_-





6 comments:

Anonim mengatakan...

fenny... ceritanya fenny banget ih -_-
tadinya aku pikir itu keluarganya perasaan mirip keluarga fenny yang baik-baik semua tapi... ayahnya kok penjudi? ga jadi.
Kenapa ada Tiwi ama Lewi? hahahaha
itu banyak yang '.,', liat lagi geura hehe

FeClAr mengatakan...

hahaha aku banget gimana yan? :))
itu udah paling random sih soalnya haha.
obener, makasih ya! nanti aku baca cerpen kamu :) maklum kmrn bikinnya sampe jam set 12 malem udh random+lieur *alibi :-p

Anonim mengatakan...

nggak tau. unyu aja selayaknya fenny (?)
Tapi fen kayaknya tiap aku baca cerpen punya orang yang aku tahu, dan memang ceritanya khasnya dia, pasti kedengeran suara orang itu kayak lagi nyeritain cerpen yang aku baca. *mahiwal*
haha edit sekarang sebelum si ibu meriksa (?)
eh fen kenapa semuanya mohon maaf lahir batin coba -___-

FeClAr mengatakan...

iya mau diedit ko, hai bu sri(?) :-> kalem ya ingin nyelesein dulu hahaha.
iya ih! sehati banget aku juga suka gt haha
emang itu udh paling random sih dian, selamat lebaran ^^ <- emot unyu deo(?)

Sri Maryani mengatakan...

Hei, hei, sssssttt, jangan ngegosipin ibu. Hehe. #rumpi
Fen, kenapa ibu hanya bisa masuk di cerpen ke dua saja ya? yang pertama dan yang terakhir kenapa hanya gambar saja? *kerungkerung

FeClAr mengatakan...

waduh bu, gimana ceritanya bisa gitu? haha jadi gimana nih bu caranya ._. tolong ajari aku hahaha

 

(c)2009 Fe Cl Ar. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger