Selasa, 17 Mei 2011

Impian Dinda *final destination(loh)



Aku sedang membaca buku pengetahuan umum yang diberi Teh Dewi dulu. Katanya buku ini sudah didapatnya dari buku-buku sumbangan di sekolahannya. Lumayan, masih bisa dibaca.

“Tok tok tok”, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah.

“Assalamualaikum”

“Siapa ya? Suaranya…suara bapak-bapak. Tapi ada apa? Mau ngapain sih?”, bisikku dalam hati. Aku tutup bukuku dan segera membuka pintu. Kuintip lewat jendela. Dan sosok itu, sepertinya aku kenal. Oh iya! Pak Budiman, laki-laki yang waktu itu aku tolong.

“Walaikumsalam”, jawabku sambil membukakan pintu.

“Eh iya nak Dinda ya? Masih inget Bapak kan?”

“Masih pak. Pak Budiman kan? Silahkan masuk pak.”. Aku pun mengajak Pak Budiman masuk ke dalam rumah dan menyuguhkan makanan dan minuman seadanya.

“Duduk pak.”

“Oiya, terima kasih.”

“Maaf pak, ada apa ya kesini? Saya salah apa?”

“Loh, kamu nggak salah apa-apa toh haha. Gini, saya dengar dari teman-teman kamu kalau ayahmu sakit? Apa betul?”

“Hm iya sih pak.”, jawabku gugup.

“Kebetulan saya ini dokter, saya mau menawarkan bantuan untuk membalas jasa kamu kemarin. Ayahmu bisa dibawa ke rumah sakit saya supaya mendapatkan perawatan lebih lanjut. Bagaimana?”. Tawaran yang benar-benar mukjizat dari Allah. Apakah ini memang rezekiku?

“Wah benar pak?”, jawabku kegirangan. “Makasih banyak pak, semoga Allah membalas kebaikan bapak.”

“Oke, kalau begitu kamu bisa ikut saya ke rumah sakit untuk mengurusi berkas-berkas. Nanti langsung ada ambulance untuk jemput ayah kamu kesini. Saya tunggu di luar ya.”

“Iya pak, terima kasih banyak.” Aku pun langsung membereskan baju-baju aku dan ayah sampai tiba-tiba seseorang mendobrak pintu rumah.

“MANA AYAH?” Kang Aldi pun pergi ke kamar tidur ayah. Ku dengar suara teriakannya dan sepertinya ia mencari sesuatu. Tiba-tiba “AYAH!!!”

-------------------------------------------------------------------------------

Semenjak kehilangan ayah, Kang Aldi berubah. Ia jadi sering murung. Ya, ayah meninggal karena serangan jantung setelah kakak membentaknya. Sekarang aku tinggal di rumah Teh Dewi karena setelah ayah meninggal banyak rentenir yang datang ke rumah bahkan rumah kami disita dan kami pun terlantar begitu saja.

Aku sudah mulai sekolah. Putra, Tiwi, Lewi, dan Putri selalu mendukungku. Aku mengejar ketinggalan pelajaran di sekolah. Alhamdulillah, Allah selalu memberiku kemudahan dibalik kesulitan. Teh Dewi sering mengajakku mengikuti olimpiade biologi, pelajaran kesukaanku. Sekarang aku sudah hampir lolos tingkat nasional. Aku dan teman-teman pun fokus untuk mengikuti UN. Masih ingat Pak Budiman? Sekarang sekolah kolongku sudah dibangun dan kami belajar dengan layak berkatnya. Meja-meja sudah ada dan anak-anak pun diberinya seragam dan peralatan tulis lengkap. Di sinilah, kami memulai lembaran baru untuk menggapai mimpi kami masing-masing.

-------------------------------------------------------------------------------

“Dok, pasien kamar 2013 terkena serangan jantung dan sekarang ia di ruang ICU.”

“Saya langsung kesana. Tolong siapkan peralatan.”

Jadi, beginilah aku sekarang. Aku seorang dokter di rumah sakit yang aku bangun sendiri. Kehidupan yang kujalani sejak kecil mendidikku untuk terus tidak berhenti mengejar impianku. Impianku untuk merawat orang lain dengan penuh kasih sayang seperti ibu. Dan tidak menyia-nyiakan nyawa seperti yang ayahku alami. Dan aku akan ikhlas melakukan semua itu. Aku hidup bahagia bersama Putra dan dua anak kami yang kembar. Kang Aldi sekarang sudah mempunyai pekerjaan, ia tinggal bersama istrinya di Jakarta.

-------------------------------------------------------------------------------

Ku taruh bunga mawar itu di atas nisan ibu. Hari ini hari ulang tahunnya. Selama ini aku tak pernah lupa untuk memberinya bunga mawar yang kubeli di toko bunga langganan kami.

“Selamat ulang tahun bu! Ini bunga mawar kesukaan ibu. Semoga ibu selalu bahagia disana. Aku harap ibu bisa melihatku sekarang, memelukku, dan menciumku. Aku berhasil bu. Berkat ibu, aku bisa menjalani hidup. Aku kuat karena ibu. Aku bisa mencoret tulisan-tulisan impianku satu persatu karena ibu. Terima kasih bu atas semuanya. Aku sayang ibu selamanya.”

Air mata itu, menetes tepat diatas nisannya. Kupejamkan mata dan kurasakan perasaan yang luar biasa. Perasaan yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Hari itu seolah dunia tersenyum padaku dan memberi tahu bahwa ibu pun tersenyum bangga padaku disana. Impianku, terlaksana. Mission completed!


0 comments:

 

(c)2009 Fe Cl Ar. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger