Senin, 16 Mei 2011

Impian Dinda *lanjutan

Kawan, ini cerpen fenny lanjutan kemarin. Sabar ya lagi proses(?) Selamat membaca! Kasih komentar ya buat masukkan ke aku hahahaha :->

“Assalamualaikum
teh!. Tiba-tiba terdengar suara dari pintu kelas, ternyata suara Putra.

“Assalamualaikum teh, maaf din-da hah hah teh lat.”, kataku terengah-engah.

“Walaikumsalam. Kalian berdua darimana aja? Dateng-dateng keliatannya capek banget. Padahal kan ini tahun ajaran baru udah telat lagi.” ucap Teh Dewi..

“Maafin saya Teh, tadi saya ada urusan sebentar. Untung Putra ngingetin, jadi kita bareng deh kesininya.”, jawab Dinda.

“ADEUUUUUUUUUUUUH, pritikiew!”, ucap anak-anak heboh.

“Ih apasih!”, balasku dan mukaku malah memerah. Sebal.

“Sudah-sudah. Sekarang kalian duduk ditempat masing-masing. Ya, Selamat pagi semua.”

“Pagi!”

“Seperti yang kalian sudah ketahui, hari ini hari pertama kita masuk tahun ajaran baru. Kalian sekarang sudah naik ke kelas 3 SMP ya. Ini artinya, kalian bentar lagi akan menyusul kakak-kakak kalian di SMA seperti Teh Nurul, Teh Laras, Kang Bejo, dan Kang Aldi. Tetapi ada satu syarat untuk naik ke tingkat SMA, ada yang tau apa?”

“Krik krik krik”. Seisi ruangan kelas pun hening karena tidak tahu apa jawabannya.

“Ya, kalian harus lulus Ujian Nasional atau UN yang akan diadakan sekitar bulan April ini. Masih ada sisa waktu beberapa bulan lagi. Teteh akan usahakan agar kalian bisa setara dengan sekolah lain dan sama seperti anak-anak sekolah lainnya. Sekarang kalian harus berusaha keras dan belajar dengan giat. Ingat, kalian semua harus bisa buktikan kepada orang-orang bahwa kalian juga bisa menggapai mimpi kalian. Siap?”, jelas Teh Dewi panjang lebar.

“SIAAAAAAAAAP TEH!”, ucap anak-anak kompak dengan penuh senyuman. Walaupun dengan baju seragam seadanya, mereka terlihat bersemangat untuk belajar. Hari itu pun dilalui ke 5 anak yang menamakan kelasnya Super Hero (bukan Seven Man As Seven Heroes(?)) dengan mulus.

-----------------------------------------------------------------------------HeroHghjgsdhgsjdghjghj

Pagi ini cuaca cerah. Aku seperti biasa menyiapkan masakan di rumah. Bang Andi sudah pergi sedari tadi. Ia juga tidak makan dulu, terpaksa aku makan di meja makan ini sendiri.

“BAAAAAK!”, suara pintu rumah terbuka. Ternyata ayah baru pulang, ia terlihat……mabuk? “Ayah baru pulang?”, ucapku.

“Menurut kamu din? Kelihatannya? Gimana?”, jawab ayah kesal. Aku hanya terdiam, takut dimarahi ayah lagi.

“Dinda masak yah, ayah mau makan? Makan bareng aku yah, sini.”, ajak aku.

“Ah, masakan apa itu. Ayah nggak mau makan, ayah capek. Ayah mau tidur aja ohok, ohok (batuk)”. Sakit rasanya diperlakukan seperti itu, ah tapi yasudahlah.

“GUBRAK”

“AYAH?!”, ucapku kaget luar biasa. “Ayah! Bangun yah! Jangan tinggalin Dinda! TOLOOONG!!”, ucapku panik.

---------------------------------------------------------------------------------

“Syukurlah, ayahmu masih bisa bertahan. Kamu tidak usah terlalu khawatir. Ayahmu butuh banyak istirahat, jaga dia baik-baik ya.”

“Baik dokter, terima kasih banyak.”, balasku. Aku pun membawa ayah pulang bersama para tetangga yang membantu. Kami pun bergegas pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku bawa ayah ke kamar dan menidurkannya. Ayah pun tidur dengan pulas sambil menahan sakit yang terasa. Tak lupa aku berterima kasih kepada Pak Ujang dan tetangga lainnya yang telah membantuku. Bahkan mereka yang membayar obat dan biaya rumah sakit ayah. Aku berjanji suatu saat nanti pasti uang itu akan kuganti.

Aku merenung di kursi di teras rumah. Saat itu malam yang sepi. Aku tak tahu kakak berada di mana, aku juga tak tahu apa dia masih peduli dengan ayahnya sendiri. Udara dingin merasuk ke tubuhku. Aku rindu pelukan hangat Ibu. Ku tatap langit malam itu, ku lihat bulan dan bintang yang bersinar terang seolah ingin menghiburku.

“Ibu, kenapa ibu meninggalkanku sendiri disini? Aku…..sudah tidak kuat ibu. Ayah sekarang sakit dan kau tahu? Dokter mengatakan ia menderita kanker paru-paru. Aku bingung ibu. Bagaimana bisa aku membayar biaya rumah sakit ayah? Apa aku harus berhenti sekolah dan mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang lebih? Tapi, impianku…..” Tiba-tiba hujan deras, malam itu adalah malam sepi yang menyakitkan. “Ibu tolong aku…” aku pun memejamkan mataku dan berusaha melupakan semua keluh kesahku.

-----------------------------------------------------------------------------------------

Sudah beberapa minggu ini aku tidak sekolah. Aku menambah pekerjaan tambahan, apalagi kalau bukan untuk membayar biaya rumah sakit dan obat ayah. Aku tidak bisa terus bergantung kepada Pak Ujang dan tetangga lainnya. Aku berjualan cireng di perempatan jalan. Kadang aku juga mengamen atau bantu-bantu mencuci piring di warteg Bahari milik Bu Popon. Semua kulakukan hanya untuk ayah.

Kemarin kakak pulang juga akhirnya. Tapi ia seakan tidak peduli dengan ayah. Buktinya ia langsung pergi lagi dari rumah setelah mengambil beberapa bajunya. Malah ia meminta uang kepada ayah. Karena tidak dikasih, ia pun pergi begitu saja. Ingin aku melanjutkan sekolah. Belakangan ini aku selalu menghindar bila bertemu teman-teman atau pun Teh Dewi. Mau bagaimana lagi, keadaan memaksaku seperti ini.

Siang ini aku berjualan cireng. Aku menjualnya di perempatan biasa. Mungkin dijaman sekarang yang era globalisasi dan negara yang berkembang maju, jarang orang yang mau membeli cireng. Mereka bisa langsung bisa membelinya dengan berbagai rasa, instan lagi. Tapi ada saja orang baik yang mau membeli daganganku ini, entah ingin atau kasihan kepadaku.

Aku sedang beristirahat dipinggir jalan. Kutaruh daganganku dan aku pun duduk-duduk santai sambil menghitung uang dagangan. Tiba-tiba ada sosok laki-laki yang datang dan menginjak semua daganganku dan menabrakku begitu saja. “WOOOOOY KALO JALAN LIAT-LIAT DONG!”, bentakku marah.

“MALING! COPET! TOLONG TOLONG!”, ucap seorang bapak-bapak sambil mengejar sosok laki-laki tadi.

Aku pun langsung bergegas mengejar laki-laki itu yang tidak jauh dariku. “WOY JANGAN KABUR!” Aku lari sekuat yang kubisa. Refleks aku ambil batu besar dan kulemparkan ke arah laki-laki itu. Ya! Tepat sasaran! Untung sering bermain boy-boyan sama teman-teman hahaha. Laki-laki itu terjatuh tak sadarkan diri. Aku ambil tas yang dibawanya. Beberapa polisi pun langsung menangkapnya dan membawanya.

“Nih pak, tasnya. Hati-hati ya pak, lain kali barang berharganya dijaga. Disini memang rawan pencopet kaya gini nih. Mereka mengincar orang-orang yang ceroboh atau yang sedang lengang hehe”, ucapku kepada bapak yang kecopetan tadi. Orangnya sepertinya baik, berpakaian rapih gagah dan ramah.

“Terima kasih banyak nak. Bapak tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada kamu. Ini isinya laptop dan dokumen-dokumen penting saya. Ini ada hadiah untuk kamu karena pertolonganmu sekalian gantiin daganganmu yang tadi. Semoga bermanfaat ya.” Bapak itu pun menyodorkan sejumlah uang kepadaku.

“Eh, tidak usah pak. Saya ikhlas kok menolongnya.”, tolakku dengan halus.

“Tidak apa-apa nak. Kamu pantas mendapatkannya. Niat saya baik kok. Oiya, ini juga ada kartu nama saya. Simpan saja, kamu boleh hubungi saya kalau membutuhkan pertolongan saya.” Dia memaksaku menerima uang itu.

“Tapi pak..”

“Eh sudah dulu ya, Bapak buru-buru ke kantor lagi. Terima kasih ya nak.”, ucap Bapak itu sambil meninggalkanku. “Budiman Wijaya Prakoso” oh, nama Bapak itu Pak Budiman, sama seperti ayah. Tapi namanya memang cocok tidak seperti ayah. Orangnya ramah dan baik sekali, walaupun baru pertama kali bertemu dengannya. Andai ia ayahku.

----------------------------------------------------------------------------



2 comments:

Anonim mengatakan...

fen lengang itu bukannya artinya sepi ya? misalnya jalanan yang lengang. orang yang lengang emang ada? -_-
apaan lah itu ada smash -___-
oh jadi pengen anak kembar nih fen? ama... hahaha

FeClAr mengatakan...

oiya ya hahaha aduh apasih pokonya gitu, ada tau dian lengang(?) *maksa
kan sm*shblast hahaha
parah abis dian -______- cuma unyu aja kembar haha random

 

(c)2009 Fe Cl Ar. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger